Cara Merefleksi Diri Untuk Membentuk Keluarga Sejahtera

0
902
Refleksi Diri

Rangkuman Pokok Bahasan Cinta, dan Pola Asuh.
Konsep cinta dan pola asuh akan membahas mengenai beberapa komponen dalam diri manusia yang mengaitkan antara cinta dan pola asuh. Cinta dan pola asuh secara pengertian umum memiliki kesinambungan yang cukup erat dari komponen, perwujudan, dan jenisnya. Dalam cinta memiliki beberapa komponen yang dikemukakan oleh Sternberg (dalam Nawangsari, 2014) yaitu intimacy (meliputi perasaan yang menimbulkan kehangatan dalam hubungan percintaan), passion (meliputi kerinduan untuk bersatu dengan hal yang lain), dan commitment (meliputi pertahanan cinta). Beberapa teori mengenai pemilihan pasangan yaitu: 1) The filter theory, 2) Homogamy vs Complementaryti, 3) The Stimulus-Vlue-Role Theory, dan relasi antar keluarga. Dalam perwujudannya cinta akan menuju pada jenis pola asuh yang akan terapkan, disini dapat dijelaskan bahwa pola asuh memiliki tiga jenis pola asuh yaitu otoriter, permisif dan demokratis. Pemilihan pasangan juga mengacu pada bagaimana pola asuh yang diterapkan oleh keluarga tersebut serta bagaiamana lingkungan membesarkan dirinya. Kriterium seseorang dalam memilih pasangan akan berbeda-beda berdasarkan koridor dan kepribadian yang dimiliki tiap individu. Pasangan akan menentukan bagaimana hubungan dalam keluarga terjalin, kekompakan pola asuh yang akan diterapkan, dan kerjasama dalam menjalankan peran satu sama. Relasi dalam peran berkeluarga adalah hubungan satu dan yang lainya, pokok bahasan dalam relasi lebih terhadap komunikasi, konflik dalam keluarga, pengelolaan keuangan, dan kegiatan yang akan dilakukan selanjutnya, serta pemecahan isu perceraian.

Refleksi Diri Berdasarkan Pokok Bahasan .
Berdasarkan pohon keluarga yang tertera di lembar lampiran dapat dibaca bahwa subjek memiliki tiga pasang kakek dan nenek yang diperoleh dari ayah dan ibu. Hubungan dari masing-masing pasangan memiliki cerita yaitu kakek dan nenek dari ayah sepasang pasangan yang hanya ada mereka berdua dengan dikaruniai 4 orang anak yang terdiri dari 3 cowok dan 1 cewek tetapi nenek saya yang berinisial IN telah ditinggal kakek yang berinisial KT menghadap ilahi rabbi sejak anak-anak mereka masih kecil. Berbeda lagi nenek kakek dari ibu berjumlah dua pasang karena pertama mereka adalah pasangan yang menikah secara sah dan memiliki 3 anak wanita, akan tetapi seiring berjalannya waktu kakek saya yang berinisial MS menikah dengan wanita lain yang dicintainya dan menceraikan nenek saya yang berinisial SY tanpa memberikan uang nafkah untuk anak-anaknya. Lalu nenek saya menikah lagi dengan laki-laki lain berinisial NG yang sampai sekarang mendampingi nenek saya.
Ayah saya berinisial KTN, beliau adalah anak kedua dari 4 bersaudara akan tetapi ayah saya memiliki tanggung jawab untuk menggantikan kakek dalam menghidupi adik dan kakaknya serta ibu dari ayah saya. Ayah saya sudah terbiasa dengan sikap bekerja keras dan tanggung jawab sehingga menjadikan pribadi yang disiplin dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Begitu juga dengan kehidupan ibu saya yang bernama Maryani, beliau ditinggal ayahnya sejak masih dibangku sekolah dasar dan ibu saya terlahir sebagai anak pertama dari 3 bersaudara. Menjadi anak pertama tentunya ada tuntutan moral yang harus dipenuhi untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan kebutuhan ke-2 adiknya, sehingga membuat ibu saya menjadi wanita yang lebih tegar, dewasa dan mandiri dalam mencukupi kebutuhan keseharian. Kedua orang tua saya berawal dari orang yang sederhana dan mereka sama-sama memiliki pribadi yang mandiri serta pekerja keras untuk mencapai sesuatu yang dicita-citakan.
Terlahirlah saya sebagai anak pertama dari dua bersaudara, adik saya laki-laki yang bernama Muhammad Rifqi Artadhi yang saat ini sedang melanjutkan pendidikan di Pondok Pesatren sehingga kami tidak tinggal serumah. Dengan background orang tua yang sudah terbiasa mandiri sejak kecil. Tipe pola asuh yang orang tua kami terapkan merupakan pola asuh otoriter, dimana segela sesuatu yang kami lakukan berdasarkan perintah orang tua kami. Tentunya banyak aturan yang harus kami taati, meski begitu mereka tidak mendidik kami untuk menjadi anak yang manja dan bergantungan pada orang lain. Pada saat masih berusia 3 tahun saya sudah di ajarkan bagaimana untuk mencuci baju sendiri, masak makanan pribadi, dan mengerjakan pekerjaan rumah.
Pada usia 5,5 tahun saya memiliki adik laki-laki, pada saat itu saya merasa bahagia karena akan memiliki teman bermain dirumah. Pada saat saya kecil dilarang main diluar rumah bersama teman sebaya saya, terkadang boleh tetapi harus benar-benar memilih teman bermain. Hal begitu belangsung selama saya sekolah di bangku dasar. Usia 11 tahun saya lulus dari SD dan melanjutkan pendidikan di pondok pesantren selama 6 tahun. Kembali kerumah untuk melanjutkan pendidikan di perguan tinggi. Mulai dari saya menjalani pendidikan di pondok pesantren ayah saya telah berubah menjadi seseorang yang mampu meredam amarah, dan lebih persimisif terhadap kegiatan yang anak-anak beliau lakukan. Saat ini hubungan kekeluargaan kami terjalin baik dan tetap saling menyayangi satu sama lain. Meski adik saya dipesantren tidak menghambat kasih sayang itu diberikan, setiap 6 bulan sekali orang tua selalu berkunjung kesana dan berbicara via telephon selalu terjalin baik. Yang dulunya orang tua saya paling tidak suka jika saya memiliki teman cowok tetapi sekarang beliau telah mengizinkan untuk berteman baik dengan pesan harus mampu menjaga diri dengan baik, siapapun teman laki-lakinya harus dikenalkan kepada beliau.

Baca Juga :

Analisa Kondisi Keluarga Berdasarkan Pokok Bahasan.
Pemilihan pasangan hidup bagi seseorang tentunya berbeda-beda, dapat dilihat dari kepribadian yang dimiliki seseorang tersebut, mencari pasangan tidaklah hal yang mudah bagi sebagian orang karena mereka sangat menginginkan pasangan yang ideal dan sesuai kriteria yang sudah ditetapkan. Sama halnya dengan saya, yang dibesarkan dengan pola asuh yang otoriter sehingga menjadikan diri saya ketergantungan pada orang lain dalam menentukan sesuatu, mudah cemas akan sesuatu hal yang terjadi, kurang mampu mengungkapkan apa yang menjadi keinginan diri sendiri pada orang lain, dan keras kepala. Teori yang dikemukakan oleh Jamal dan Idris (dalam Widiowati, 2013) ciri-ciri pola asuh yang otoriter adalah: a) Anak harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan tidak boleh membantah. b) Orang tua cenderung mencari kesalahan-kesalahan anak dan kemudian menghukumnya. c) Orang tua cenderung memberikan perintah dan larangan kepada anak. d) Jika terdapat perbedaan pendapat antara orang tua dan anak, maka anak dianggap pembangkang. e) Orang tua cenderung memaksakan disiplin. f) Orang tua cenderung memaksakan segala sesuatu untuk anak dan anak hanya sebagai pelaksana. g) Tidak ada komunikasi antara orang tua dan anak.
Akan tetapi tidak semua dari ciri tersebut ada dalam pola asuh yang diterapkan orang tua kepada diri saya, hanya memang komunikasi yang terjalin saat itu menjadi kurang baik sehingga yang ada hanya pendaman luapan pemikiran, keinginan dalam hati. Hal ini mempengaruhi dalam memilih pasangan yang diterapkan oleh orang tua saya yaitu terikat dan bebas dalam artian mereka membolehkan saya memilih pasangan sesuai dengan keinginan saya tetapi masih terikat dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh mereka. Saya memiliki kriteria untuk pasangan saya dan orang tua saya memiliki kriteria pula karena tidak ingin melihat anaknya salah pilih dalam menentukan psangan hidup, terlebih merasakan apa yang pernah mereka alami pada saat kecil menyaksikan perpisahan kedua orang tua mereka. Tentunya mereka sangat menginginkan pasangan untuk saya seseorang memiliki iman yang sama dengan kami dan mampu menerima segala kekurangan dan kelebihan yang ada dalam diri ini, serta menyayangi penuh satu sama lain dalam keluarga saya, hal itu ada karena bagi saya seorang laki-laki harus bisa memimpin bagi wanitanya untuk berhubungan dengan tuhan dan mampu mengayomi. Penetapan kriteria tersebut seperti yang orang tua saya lakukan kala itu, mereka sama-sama menginginkan pasangan yang seiman karena mereka yakin betul akan sebuah keberhasilan dalam berkeluarga tidak lepas dari do’a pada sang kholik. (The filter theory).
Kisah mereka berdua dimulai pada saat pertemuan pertama ditempat tetangga yang memiliki hajatandan terdapat teman yang secara tidak sengaja mempertemukan mereka berdua. Ibu memiliki pribadi yang mandiri, pekerja keras dan wanita yang tegar dalam menghadapi permasalahan-permasalahan hidup begitupun dengan ayah saya yang memiliki jiwa disiplin, tanggung jawab dan pekerja keras sehingga dalam menerapkan pola asuh kepada anak-anaknya menerapkan hidup mandiri, disiplin serta kuat dalam menghadapi permasalahan-permasalahan. Tak jarang mereka memberika hukuman pada anak-anaknya apabila kami melakukan kesalahan atau melakukan sesuatu yang kurang benar bagi mereka, meski begitu reward atau penghargaan tetap diberikan walau kadang tidak sesuai harapan dan keinginan. (Homogamy vs complementarity).
Kedua orang tua saya sama-sama memiliki tekat yang kuat untuk memberikan bekal pendidikan yang terbaik pada anak-anaknya karena mereka tidak ingin kami merasakan penyesalan atau kekecewaan karena tidak mampu bersekolah. Meski mereka berpendidikan rendah tetapi tidak menjadikan rendah dimata saya, bagi saya ayah dan ibu saya merupakan contoh yang baik karena ayah tidak malu atas hal itu dan terus mengembangkan kemampuan atau kelebihan-kelebihan yang ada dalam dirinya. Begitu pula dengan ibu yang berhenti sekolah pada saat putih abu-abu sebelum hari – UN karena himpitan biaya ekonomi yang kurang mencukupi untuk melunasi pembayaran, akan tetapi sesungguhnya ibu adalah murid yang rajin dan cerdas kegiatan diluar sekolah maupun didalam sekolah selalu diikuti pernah waktu itu ibu menjadi wanita terbaik peraih medali emas karena mengikuti lomba lari marathon tingkat kabupaten dan berbagai kejuaraan lain yang pernah diikuti. Dari kegiatan tersebut mereka mengajarkan kami bagaimana menjadi seorang anak yang berprestasi dan tidak mudah malu dengan keadaan yang ada, pernah suatu ketika ayah mengatakan “Jangan pernah malu dalam memulai sesuatu, jadikan kekurangan itu pijakan untuk terus maju karena dinuia ini bukan orang yang kaya saja yang mampu berhasil tetapi kesempatan sukses itu diberikan pada setiap insan yang mau berusaha dan memperbaiki hubungan dengan tuhannya” begitulah kiranya ayah saya berkata. (The stimulus-value-role-theory).
Relasi dalam setiap keluarga itu indah dan berjenis, dari satu keluarga dengan keluarga yang lain tentunya berbedadan dapat dipandang unik. Hal tersebut selaras dengan keadaan nyata yang ada dalam keluarga saya. Komunikasi yang baik dari ayah ibu terlihat baik, ketika pertengkaran itu melanda dan tampak pada anaknya mereka mengasakan bahwa hidup ini tidak akan lepas dari sebuah masalah. Lalu pembagian peran dari anggota inti juga tidak pernah menjadikan keberatan antara salah satunya, meski sesekali ada penggerutuan tetapi setelah itu kami sadar bahwa hal itu sangat kami butuhkan. Ibu yang beperan sebagai guru, dan bendahara terbaik bagi kami berperan baik, begitu dengan ayah yang bertugas sebagai pemimpin dan pencari nafkah utama bagi kami juga berperan sangat baik. Waktu untuk duduk bersama selalu mereka berikan meski dalam keadaan yang sangat sibuk tidak menjadikan kami berjarak, saat kami dalam pesantren komunikasi kami tetap terjalin melalui telephon. Karena orang tua saya bukan termasuk orang yang ingin memanjakan anak-anaknya sehingga terkadang kami harus berusaha untuk mendapatkan apa yang kami inginkan sendiri. Pernah suatu ketika saya menjadi buruh dirumah tetangga demi mendapatkan sejumlah uang untuk membeli sepatu baru, sesudah saya mendapatkan apa yang saya inginkan orang tua saya mengetahui hal tersebut, karena tak sampai hati beliau memberikan kompensasi atas pekerjaan tersebut dengan sejumlah hadiah yang tidak terduga dan sejak saat itu orang tua saya menyadari betul akan kebutuhan komunikasi, pengertian, perhatian satu sama lain.

Yogyakarta, 17 Oktober 2019


Daftar Pustaka

Nawangsari, Nur Ainy Fardana & Indriastuti, Ira. 2014. Perbedaan cinta
(intimacy, passion, commitment) ditinjau dari lamanya usia perkawinan pada istri yang bekerja. Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi. Vol.03. No.03. Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Surabaya.

Widiyowati, S Nurcahyani Desy.dkk . 2013. Hubungan Antara Pola Asuh Orang
Tua, Motivasi Belajar, Kedewasaan Dan Kedisiplinan Siswa Dengan Prestasi Belajar Sosiologi Siswa Kelas XI Sma Negeri 1 Sidoharjo Wonogiri. Jurnal Penelitian. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here